BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berbicara ilmu kita akan berbicara terlebih dahulu tentang pengetahuan. Pengetahuan apa dan siapa? Jawabnya mungkin pengetahuan apa saja bagi manusia, karena dalam hal ini manusia sangat membutuhkan pengetahuan dalam menjalankan kehidupannya, juga karena manusia sebagai subjek dari pengetahuan.
Pengetahuan manusia pada umumnya didapat melalui komunikasi dengan kenyataan yang ada bersamanya, atau yang dialaminya, yang pada akhirnya akan menghasilkan ide atau pemikiran dengan kesadarannya. Manusia menerima pengaruh dari lingkungan, baik dalam skala kecil di masyarakat, maupun dalam skala yang lebih besar. Kemudian manusia berusaha memahami serta mengungkapnnya. Dan sebaliknya, lingkungan memberikan makna kepada manusia. Maka pengetahuan manusia bersifat dialogal.[1] Itu adalah proses awal untuk terciptanya ilmu, yang subjek dari ilmu adalah manusia.
Dalam rangka pengetahuan yang sesuai dengan hakikatnya, dalam diri manusia dapat dibedakan sekurang-kurangnya tiga rangkap pengetahuan yang berbeda menurut tingkat dan kualitas kemampuannya, yang pada hakikatnya merupakan satu kesatuan. Pengetahuan indrawi, pengetahuan naluri, pengetahuan rasional. Lantas bagaimana dengan ilmu, objek ilmu dan landasan dasar (pondasi) ilmu? sehingga pengetahuan tidak hanya dikatakan sebagai pengetahuan, tapi sebagai ilmu.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa definisi objek, pondasi, dan ilmu?
b. Apa yang termasuk objek ilmu dan pondasi ilmu?
c. Apa urgensi objek dan pondasi bagi ilmu?
C. TUJUAN
a. Pembaca mengerti dan memahami definisi objek, pondasi, dan ilmu.
b. Pembaca mengetahui objek ilmu dan pondasi ilmu.
c. Pembaca mengetahui urgensi objek dan pondasi bagi ilmu.
BAB II
OBJEK DAN PONDASI ILMU
A. Definisi Objek, Pondasi, dan Ilmu
a. Definisi Objek
Objek adalah hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan. Atau suatu benda, hal, dan yang lainnya, yang dijadikan sasaran untuk diteliti, diperhatikan, dan lain sebagainya.[2]
b. Definisi Pondasi
Secara arti sesungguhnya, pondasi adalah dasar bangunan yang kuat, biasanya (terdapat) di bawah permukaan tanah tempat bangunan didirikan; atau fundamen. Pondasi juga memiliki sinonim kata, seperti landasan, yang berarti alas. Atau dasar, yang berarti pokok atau pangkal.[3]
c. Definisi Ilmu
Pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan.[4] Atau ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.[5]
B. Objek Ilmu
Dalam filsafat ilmu barat (modern), ilmu dibatasi hanya pada bidang empiris atau fisik. Yaitu segala sesuatu yang dapat diobservasi oleh indera. Sedangkan menurut epistimologi islam, kita tidak hanya dapat mengetahui yang fisik saja, melainkan juga yang metafisik (non fisik).[6]
Dalam ilmu pengetahuan dikenal ada dua objek ilmu pengetahuan, yaitu;
a) Objek material à Segala sesuatu yang menjadi kajian ilmu pengetahuan pada umumnya, seperti manusia, masyarakat, alam semesta, tata surya, juga flora dan fauna.
b) Objek formal à Pusat kajian khusus dari ilmu pengetahuan tertentu. Misalnya manusia sebagai objek material dapat dipelajari oleh ilmu politik, antropologi, kedokteran, psikologi, dan lain sebagainya. Objek formal dari ilmu antropologi adalah kebudayaan dari manusia. Psikologi mempelajari jiwa dari manusia. Kedokteran mempelajari proses metabolism dan penyakit yang ada pada manusia. Sosiologi mempelajari hubungan antar manusia. Dan masih banyak contoh lainnya.
Dengan demikian, objek material ilmu dapat sama. Oleh karena itu, dalam ilmu social sering ditemukan tokoh-tokoh dengan teori yang sama pada cabang ilmu yang berbeda. Misalnya karl mark ada dan dibahas dalam ilmu ekonomi, ilmu politik, dan ilmu sejarah. Perbedaan ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya judtru terletak pada objek-objek formalnya yang menjadi perhatian dari kekhususan dari cabang ilmu pengetahuan tertentu.[7]
Pendapat yang lain menyatakan bahwa objek ilmu adalah peristiwa-peristiwa alam, yang dapat dikenal baik, karena ia sesuatu yang real (nyata). Akan tetapi objek tersebut dapat berubah-ubah (tunduk pada hukum perubahan), oleh karena itu pengetahuan ilmiah tidak dapat bersifat mutlak. Objek tersebut dapat dikatakan nyata atau real jika sekurang-kurangnya mempunyai tiga arti. Pertama, yang nyata berarti lepas dari pikiran manusia. Real, alam yang membuat rangsangan sehingga menarik ilmuwan untuk meneliti. Kedua, realitas sebagai objek ilmu adalah realitas yang dikenal, yang tampak bagi ilmuwan. Ketiga, realitas yang dimaksud adalah realitas public, realitas yang menjadi perhatian banyak orang.[8]
Dalam pendapat yang lain lagi disebutkan bahwa objek ilmu dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu alam materi dan alam non materi. Sains mutakhir yang mengarahkan pandangan pada alam materi, menyebabkan manusia membatasi ilmunya pada bidang tersebut. Bahkan sebagian diantara mereka tidak mengakui adanya realitas yang tidak dapat dibuktikan dialam materi.[9]
Objek ilmu menurut ilmuwan muslim mencakup alam materi dan alam non materi. Karena itu, sebagian ilmuwan muslim, khususnya kaum sufi dengan mendasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an memperkenalkan ilmu yang mereka sebut Al-Hadharat Al-Ilahiyah Al-Khams (lima kehadiran Ilahi), untuk menggambarkan hierarki keseluruhan realitas wujud. Kelima hal tersebut adalah;
1. Alam Nảsut (alam materi)
2. Alam Malakut (alam kejiwaan)
3. Alam Jabarut (alam ruh)
4. Alam Lahut (sifat-sifat Ilahiyah)
5. Alam Hanut (wujud zat Ilahi)
Ada tata cara dan sarana yang harus digunakan untuk meraih pengetahuan tentang kelima hal tersebut.
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia (Allah) memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur. [QS. An-Nahl; 78]
Ayat ini mengisyaratkan penggunaan empat sarana yaitu pendengaran, mata (penglihatan), akal, serta hati.
C. Landasan Ilmu
Di dalam dunia filsafat kita mengenal dimensi filosofi sebagai landasan ilmu:
1. Ontologi/ Metafisika
Ontologi berasal dari bahasa yunani, “on” berarti ada, “ontos” berarti keberadaan, “logos” berarti pemikiran [Lorens Bagus 2000]. Jadi ontologi adalah pemikiran mengenai sesuatu yang ada dan keberadaannya. Di dalam metafisika itu membahas tentang yang ada, bahwa obyek ilmu pengetahauan itu adalah sesuatu yang ada, dibagi menjadi tiga, yakni ada dalam pikiran, ada dalam kemungkinan, ada dalam kenyataan.
2. Epistemology
Berasal dari kata episteme dan logos. Episteme à Pengetahuan, Logos àKata, pemikiran, percakapan, atau ilmu. Epistemology adalah Cabang filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan keshahihan (kebenaran) pengetahuan. [Surajiyo: 2005].[10] Atau berarti juga bidang filsafat yang mempelajari bagaimana cara manusia mengetahui sesuatu yang sudah “ada”.
3. Aksiology
Adalah bidang filsafat yang mempelajari tentang nilai-nilai. Secara aksiologis ilmu harus digunakan untuk kemaslahatan manusia dengan jalan meningkatkan taraf hidup, dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan keseimbangan serta kelestarian alam. Upaya ilmiah ini dilakukan dengan penggunaan dan pemanfaatan pengetahuan ilmiah secara komunal universal.[11]
D. Urgensi Objek dan Pondasi Ilmu
Kedudukan Objek dalam ilmu sangatlah penting, karena ilmu tidak akan pernah ada tanpa adanya objek. Karena objek adalah hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan. Atau suatu benda, hal, dan yang lainnya, yang dijadikan sasaran untuk diteliti, diperhatikan, dan lain sebagainya.
Sedangkan pondasi menjadi sesuatu yang wajib dalam sebuah bangunan ilmu, karena tanpa adanya pondasi, bangunan ilmupun tidak akan pernah bisa terealisasi. Dalam hal ini, ontology/ metafisika, epistemology, dan aksiology. Karena ontology adalah tentang hakikat apa yang dikaji. Epistemology adalah bagaimana cara mendapatkan pengetahuan yang benar. Sedangkan aksiology adalah nilai kegunaan ilmu.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari makalah ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
§ Objek à Hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan. Atau suatu benda, hal, dan yang lainnya, yang dijadikan sasaran untuk diteliti, diperhatikan, dan lain sebagainya.
§ Pondasi à Dasar bangunan yang kuat, biasanya (terdapat) di bawah permukaan tanah tempat bangunan didirikan; atau fundamen. Pondasi juga memiliki sinonim kata, seperti landasan, yang berarti alas. Atau dasar, yang berarti pokok atau pangkal.
§ Ilmu à Pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan.
§ Objek terdiri dari objek material dan objek formal. Namun ada yang berpendapat bahwa objek ilmu adalah materil dan non materil.
§ Pondasi ilmu terdiri dari
- Ontologi/ Metafisika à Pemikiran mengenai sesuatu yang ada dan keberadaannya. Memikirkan tentang hakikat apa yang dikaji.
- Epistemology à Adalah bagaimana cara mendapatkan pengetahuan yang benar.
- Aksiology à Memikirkan dan mempertimbangkan nilai kegunaan ilmu.
§ Urgensi Objek dan Pondasi ilmu adalah vital.
B. SARAN
Mari kita perbanyak dan perdalam ilmu, dengan proses yang sistematis dan tersruktur, agar mudah untuk terinternalisasi, dan yang paling penting adalah mengamalkan dari setiap ilmu yang kita miliki.
[1] Anton Bakker, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), Cet. Ke-11, h.21
[2] Kamus Bahasa Indonesia Online, http://kamusbahasaindonesia.org/massal.php, [14 Februari 2012]
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Wikipedia, Ilmu, http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu, [14 Februari 2012]
[6] Mulyadi Kartanegara, Integrasi Ilmu, (Jakarta: Arasy PT. Mizan Pustaka, 2005), Cet. Ke-1, h.58
[7] Andreas Soeroso, Sosiologi I SMA kelas X, (Jakarta: Yudhistira, 2008), Cet. Ke-1, h.12
[8] A. Sonny Keraf dan Mikhael dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), Cet. Ke-10, h.80-81
[9] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Al-Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, (Jakarta: Mizan, 1996), Cet. Ke-1, h.436
[10] Itheng Cemani, Landasan Ilmu Pengetahuan, http://itheng.blogspot.com/2011/10/landasan-ilmu-pengetahuan-filsafat-ilmu.html [14 februari 2012]
[11] Azaz dan Dasar Filosofis Filsafat Ilmu, http://jhaylover.blogspot.com/2011/10/asas-dan-dasar-filosofis-filsafat-ilmu.html [14 Februari 2012]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar