Minggu, 25 Maret 2012

TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA


 
OLEH, FAHIROH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk Allah Swt yang diberikan kelebihan berupa Akal untuk berfikir dan mengingat apa-apa yang ia pelajari, alami, dan lakukan. Menurut Nurcholis madjid, manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang mengagumkan dan penuh misteri. Dia tersusun dari perpaduan dua unsur; yaitu segenggam tanah bumi, dan ruh Allah. Maka siapa yang hanya mengenal aspek tanahnya dan melalaikan aspek tiupan ruh Allah, maka dia tidak akan mengenal lebih jauh hakikat manusia.[1]  Al-Qur’an sendiri juga menyatakan bahwa manusia memang merupakan makhluk yang paling sempurna yang diciptakan oleh Allah Swt.  
 Artinya: “Sesungguhnya Kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” [At-Tin: 4]

Juga ada banyak sekali kelebihan yang diberikan Allah SWT kepada manusia yang tidak diberikan kepada makhluk-makhluknya yang lain.
 Artinya: “Dan sesungguhnya kami telah muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhlluk yang Kami ciptakan.” [Al-Isra: 70]

Oleh karena itu, manusia perlu menyadari eksistensi dan tujuan penciptaan dirinya, memahami risalah hidupnya selaku pengemban amanah Allah, mell\alui arahan dan bimbingan yang berkesinambungan agar kehidupannya menjadi lebih berarti.
           
B.     RUMUSAN MASALAH
a.       Apa sebetulnya tujuan diciptakannya manusia?
b.      Apa dasar ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan tujuan diciptakannya manusia?
c.       Apa hikmah yang bisa dipetik setelah mengetahui tujuan diciptakannya manusia?
C.    TUJUAN
a.       Pembaca mengerti apa sebetulnya tujuan diciptakannya manusia.
b.      Pembaca mengetahui dasar ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan tujuan diciptakannya manusia.
c.       Pembaca mengetahui hikmah yang bisa dipetik setelah mengetahui tujuan diciptakannya manusia.

  
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Tujuan Penciptaan Manusia
§  Manusia diciptakan Allah bukan secara main-main,
 Artinya:“Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” [Al-Mu’minun: 115]
§  Untuk mengemban amanah atau tugas keagamaan;
 Artinya:     “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu, dan mereka khawatir tidak dapat melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat dzalim dan sangat bodoh.” [Al-Ahzab; 72]
§  Untuk Mengabdi atau Beribadah
 Artinya :    Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu”. [Adz-Dzariyat: 56]
            Ayat ini mengindikasikan tentang tujuan penciptaan manusia sebagai hamba Allah. Indikasi ini dapat dipahami dari klausa kata “Li ya’budun”  yang berarti agar mereka mengabdi kepada-Ku.[2]Maksudnya Allah menciptakan manusia dengan tujuan untuk menyuruh mereka beribadah kepada Allah, bukan karena Allah membutuhkan manusia. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas: Atinya, melainkan supaya mereka mau tunduk beribadah kepada-Ku, baik secara sukarela maupun terpaksa”. Dan itu pula yang menjadi pilihan Ibnu Jarir. Sedangkan Ibnu Juraij menyebutkan: “Yakni supaya mereka mengenal-Ku.[3]
Seorang hamba perlu taat dan patuh kepada semua arahan tuannya, lebih-lebih lagi jika diberi dan dikurniakan dengan segala macam bantuan, kemudahan dan keamanan oleh tuannya. Oleh itu, kita mesti melakukan segala arahan dengan penuh pengertian bahwa kita menyerahkan segala-galanya kepada tuan kita.
Kata kunci ‘penyerahan’ ini yang menjadi intipati kepada Islam yaitu penyerahan secara keseluruhan terhadap Allah SWT. Mereka yang dipandang oleh Allah dengan pangkat ‘Hamba’ ini pasti beroleh keuntungan di dunia dan di akhirat.
Tanggungjawab sebagai abdi merupakan suatu tanggungjawab individu atau fardhu ain. Ia meliputi kepada kemestian untuk memahami lapangan akidah dan tauhid, syariat dan akhlak.[4]
§  Untuk menjadi Khalifah
Dari segi bahasa, khalifah bermaksud pengganti. Ia menjelaskan bahawa Allah mengamanahkan manusia sebagai ‘pengganti’ untuk mentadbir bumi dengan merujuk kepada manual dan panduan daripadaNya. Mengingat kejadian yang diabadikan dalam Al-Qur’an, ketika Allah Swt berdialog dengan malaikat soal rencana menciptakan khalifah di bumi.

Artinya:“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan mensucikan nama-mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” [Al-Baqarah: 30]
Dan Allah menjadikan kita (manusia) di muka bumi, yang dibedakan derajat satu dengan yang lain, untuk menguji manusia.
Artinya:“Dan Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi, dan Dia mengangkat derajat sebagian kamu diatas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat member hukuman, dan sungguh, Dia Maha pengampun, Maha penyayang .” [Al-An-‘Am: 165]
Amanah ini sangat besar dan berat. Perkara ini merupakan suatu tanggungjawab sosial atau fardhu kifayah yang perlu dilaksanakan bagi menjamin kehidupan yang harmoni, aman dan adil. Ia meliputi segala aspek kehidupan seperti cabang seperti memberi peluang pendidikan, memastikan bidang pertanian dan penghasilan bahan makan yang halal lagi baik, menyediakan kemudahan kesehatan serta tempat kediaman yang baik. “Setiap dari kamu merupakan pemimpin dan setiap dari kamu akan ditanya mengenai apa yang kamu pimpin.” (hadis riwayat Bukhari no. 893 dan Muslim no. 1829).
§  Untuk menjadi da’i
 Artinya:     “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli kitab beriman, tentu itu lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang fasik.” [Ali Imran: 110]

B.     Hikmah Dari Mengetahui Tujuan Penciptaan Manusia
§  Agar kita dapat melaksanakan tugas sesuai dengan tujuan penciptaan kita (manusia), karena Allah selalu memberi perhatian dan pengawasan terhadap seluruh ciptaan-Nya, terlebih kepada manusia dan jin.[5]
 Artinya:“Kami akan memberi perhatian sepenuhnya kepadamu wahai golongan manusia dan jin!.” [Ar-Rahman: 31]
§  Agar kita selalu ingat bahwa kita diciptakan bukan tanpa maksud dan tujuan, dan Allah akan meminta pertanggung jawaban terhadap kita atas apa yang kita lakukan.
Artinya:“Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban).” [Al-Qiyamah: 36]

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari makalah ini dapat diambil kesimpulan;
a.       Tujuan Penciptaan Manusia
·         Manusia diciptakan Allah bukan secara main-main, ). Lihat Qur’an Surat [Al-Mu’minun: 115]
·         Untuk mengemban amanah atau tugas keagamaan. Lihat Qur’an Surat [Al-Ahzab; 72]
·         Untuk Mengabdi atau Beribadah. Lihat Qur’an Surat [Adz-Dzariyat: 56]
·         Untuk menjadi Khalifah. Lihat Qur’an Surat [Al-Baqarah: 30], dan [Al-An-‘Am: 165]
·         Untuk menjadi da’i. Lihat Qur’an Surat [Ali Imran: 110]
b.      Hikmah Dari Mengetahui Tujuan Penciptaan Manusia
·         Agar kita dapat melaksanakan tugas sesuai dengan tujuan penciptaan kita (manusia). Lihat Qur’an Surat [Ar-Rahman: 31].
·         Agar kita selalu ingat bahwa kita diciptakan bukan tanpa maksud dan tujuan, dan Allah akan meminta pertanggung jawaban terhadap kita atas apa yang kita lakukan. Lihat Qur’an Surat [Al-Qiyamah: 36].

B.     SARAN
Kita sebagai manusia memang memiliki keterbatasan, tapi keterbatasan jangan sampai melalaikan tanggung jawab kita sebagai Abdillah, khalifah, dan da’I, melaksanakan amanah yang Allah embankan sesuai dengan kadar kemampuan kita, karena Allah Maha Mengetahui kadar kemampuan kita. Wallahu alam.



[1] Nurcholish Madjid,  Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Paramadina, 2000, hal, 430

[2] M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol. 13, Jakarta: Lentera hati, 2002, hal.357.
[3] DR. Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan 2. Jakarta: Pustaka Imam Syafei, 2009, hal. 156
[4] Muhamad Azmi, Tujuan Penciptaan Manusia, http://wmazmi.wordpress.com/2008/05/26/tujuan-penciptaan-manusia/ [29 Februari 2012]
[5] Wahyudin Achmad M.Ilyas, M. Syaifullah Z. Muhibbin, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Grasindo, 2009, Hal. 46

Sabtu, 24 Maret 2012

DASAR METODE PEMBELAJARAN


OLEH, FAHIROH
A.    PENGERTIAN METODE PEMBELAJARAN
            Metode secara harfiah berarti “cara”. Secara umum, metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pendapat lain juga dijelaskan bahwa metode adalah cara atau prosedur yang dipergunakan oleh fasilitator dalam interaksi belajar dengan memperhatikan keseluruhan sistem untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan kata “mengajar” sendiri berarti memberi pelajaran (Fathurrohman dan Sutikno, 2007; 55).
Berdasarkan pandangan di atas dapat dipahami bahwa metode mengajar merupakan cara-cara menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode itu sendiri merupakan salah satu sub system dalam sistem pembelajaran, yang tidak bisa dilepaskan begitu saja. Oleh karena itu, salah satu masalah yang sangat memerlukan perhatian dalam kegiatan pembelajaran adalah metode pembelajaran (learning method). Pada awalnya metode kurang mendapatkan perhatian, karena orang berpandangan bahwa pembelajaran itu merupakan suatu kegiatan yang sifatnya praktis. Jadi tidak diperlukan pengetahuan (teori) yang ada sangkut pautnya dengan pembelajaran. Orang merasa sudah mampu mengajar dan menjadi pendidik atau fasilitator jika sudah menguasai materi yang akan disampaikan. Pandangan ini tidaklah benar. Fasilitator perlu pula mempelajari pengetahuan yang ada kaitannya dengan kegiatan pembelajaran, khususnya metode pembelajaran, yang berguna untuk “bagaimana memproses” terjadinya interaksi belajar. Jadi metode digunakan oleh guru untuk mengkreasi lingkungan belajar dan mengkhususkan aktivitas di mana guru dan peserta didik terlibat selama proses pembelajaran berlangsung.[1]
Metode memiliki peran yang sangat strategis dalam mengajar. Metode berperan sebagai rambu-rambu atau “bagaimana memproses” pembelajaran sehingga dapat berjalan baik dan sistematis. Bahkan dapat dikatakan proses pembelajaran tidak dapat berlangsung tanpa suatu metode. Karena itu, setiap guru dituntut menguasai berbagai metode dalam rangka memproses pembelajaran efektif, efesien, menyenangkan sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang ditargetkan. Secara implementatif metode pembelajaran dilaksanakan sebagai teknik, yaitu pelaksanakan apa yang sesungguhnya terjadi (dilakukan guru) untuk mencapai tujuan.
B.     DASAR METODE PEMBELAJARAN
Sebelum lebih jauh berbicara soal dasar metode pembelajaran, atau metode pembelajaran yang paling dasar, kita harus melihat terlebih dahulu potensi dasar yang dimiliki manusia selaku objek pendidikan. Manusia memiliki potensi dasar berupa Indera. Ketika anak manusia lahir, indera yang pertama kali berfungsi adalah indera pendengaran. Allah berfirman dalam Al-Qur’an,
Artinya:           “Dan, Allah yang mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati.” (QS. An-Nahl; 78)
Dalam ayat tersebut, Allah menyebut pendengaran sebagai urutan pertama sebelum penglihatan kemudian hati, adalah sebagai gambaran bahwa Allah memfungsikan telinga terlebih dahulu, baru kemudian mata dan hati. Oleh karenanya, tatkala seorang anak lahir, Islam mengarahkan pentingnya mengadzankan pada telinga anak yang baru lahir. Hal tersebut mengandung hikmah untuk mengetuk pendengaran bayi –sebagai indera yang pertama kali berfungsi—dengan takbir, dua kalimat syahadat, dan dengan pernyataan yang meng-Esakan Allah ta’ala.[2]
Bersumber dari indera manusia secara dasar, dan dicontohkan langsung oleh Rasulullah Saw, metode pembelajaran dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
a.      Metode Menghafal Melalui Pendengaran
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa indera pendengaran adalah indera yang pertamakali Allah fungsikan, maka metode pembelajaran yang bijak adalah memfungsikan terlebih dahulu indera pendengaran. Pendengaran anak harus terus dilatih sedemikian rupa sehingga akan merangsang daya ingatnya terhadap apa yang ia dengar. Menghafal pada tahap ini adalah yang berasal dari pendengarannya, bukan dari penglihatannya yang biasanya hasil baca dan pengamatan anak.
Secara nyata saat ini kita sering menemukan banyak anak yang bisa hafal banyak hal padahal ia belum dapat membaca, semisal banyak anak yang hafal syair lagu-lagu atau nyanyian-nyanyian yang sering ia dengar. Jika diarahkan kepada hal yang positif, seperti menghafal Al-Qur’an dengan secara rutin diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an, meskipun belum mengenal huruf hijaiyah, anak akan dengan mudah cepat menghafal ayat-ayat yang sering ia dengarkan itu.
b.      Metode Qudwah/ Memberikan Contoh Ketauladanan
Masih dalam Qur’an surat An-Nahl ayat 78, setelah pendengaran, Allah menyebutkan penglihatan sebagai indera yang Allah fungsikan. Artinya setelah menghafal dari apa yang ia dengar, ia akan belajar dari apa yang ia lihat. Oleh karenanya, orang tua atau guru harus memberikan contoh atau ketauladanan kepada anak, karena anak akan mulai merekam dan meniru apa yang ia lihat.
c.       Metode Praktis Empiris
Metode yang mengedepankan praktek atau latihan langsung berdasarkan pengalaman anak terhadap apa yang melekat padanya, terutama indera dan organ tubuh lainnya. Mendidik dan mengasah ketajaman indera anak dapat membuahkan pengetahuan dan pengalaman. Seiring dengan pertumbuhannya, anak mulai menggunakan misalnya kedua tangannya untuk bekerja yang itupun berpengaruh terhadap kecerdasan akalnya. Secara perlahan, anak-anak akan terlatih dan terbiasa dengan organ-organ tubuhnnya.[3]
Rasulullah Saw melatih anak secara langsung bagaimana menggunakan tangannya agar bekerja dengan terampil dan benar. Seperti dalam peristiwa yang pernah terjadi, ketika Rasulullah Saw sedang lewat dan melihat seorang anak sedang menguliti kambing dengan cara yang salah, Beliau langsung mendatanginya dan menunjukkan cara menguliti kambing yang benar.[4]
d.      Membangkitkan Potensi Fitrah
Setiap anak dilahirkan suci, Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tidak mempersekutukan Allah) tetapi orang tuanya lah yang menjadikan dia seorang yahudi atau nasrani atau majusi sebagaimana seekor hewan melahirkan seekor hewan yang sempurna. Apakah kau melihatnya buntung?” kemudian Abu Hurairah membacakan ayat-ayat suci ini: (tetaplah atas) fitrah Allah yang menciptakan manusia menurut fitrah itu. (Hukum-hukum) ciptaan Allah tidak dapat diubah. Itulah agama yang benar. Tapi sebagian besar manusia tidak mengetahui (QS Ar Rum [30]:30)[5]
Potensi fitrah anak yang suci dan cenderung mencintai kebenaran, harus senantiasa terpelihara hatinya agar tidak menjadi kotor dan rusak. Sebagaimana diterangkan pada An-Nisa ayat 78, bahwa potensi indera manusia setelah pendengaran dan penglihatan adalah hati. Hati adalah pemegang kendali terhadap apa yang ada pada manusia. Jika hatinya baik maka baiklah seluruhnya, jika hatinya rusak, maka seluruhnyapun akan rusak.
Oleh karena itu, orang tua maupun guru harus senantiasa membangkitkan potensi fitrah seorang anak dengan memberikannya rangsangan-rangsangan, yang dapat membuat hati lebih peka dan bersih.
C.    KESIMPULAN
Dasar metode pembelajaran adalah dengan memperhatikan, merangsang dan memfungsikan indera dengan baik. Pada awalnya manusia yang lahir kedunia tidak memiliki apapun, sehingga Allah memberikan pendengaran, penglihatan, dan hati. Pemberian Allah ini bukan tanpa maksud, pemberian Allah ini sebagai alat yang apabila dilatih dengan baik, dapat memberikan hasil yang maksimal pada manusia. Oleh karenanya, proses pembelajaran lebih bijak apabila metode yang dipergunakan merujuk kepada memaksimalkan indera-indera yang telah Allah beri. Hal itupun yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Wallahu’Alam.

[1] Huzaifah Hamid, Konsep Dasar Metode dan Teknik Pembelajaran, http://zaifbio.wordpress.com/2009/07/01/konsep-dasar-metode-dan-teknik-pembelajaran/ [9 Maret 2012]
[2] Syakir Abdul Adzim, Membimbing Anak Terampil Berbahasa, Jakarta: Gema Insani, 2006, Cet. 3, hal. 10-11
[3] Ir. Muhammad Ibnu Abdul Hafidz Suwaid, Cara Nabi Mendidik Anak, Jakarta: Al-I’Tishom, 2010, Cet. 4, hal. 90
[4] Ibid.,

Jumat, 23 Maret 2012

HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT


OLEH, FAHIROH

A.    PENGERTIAN HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT
            Secara etimologis, hubungan masyarakat diterjemahkan dari bahasa inggris “public relation”, yang berarti hubungan lembaga (sekolah) dengan masyarakat ialah: sebagai hubungan timbal  balik antara suatu organisasi dengan masyarakatnya.
            Mengutip pendapat Onong U. Efendi dalam buku yang ditulis tim dosen jurusan administrasi pendidikan (Tim dosen jurusan administrasi pendidikan, 2003:150) mengemukakan bahwa: Human Relation dan Public Relation adalah kegiatan berencana untuk menciptakan, membina, dan memelihara sikap budi yang menyenangkan bagi organisasi di satu pihak dan public dipihak lain. Untuk mencapainya adalah dengan jalan komunikasi yang baik dan luas secara timbal balik.[1]
Menurut J. C. Siedel (Suryosubroto 2004: 156) à Public relation is the continuing proces by wich management endeovors to obtain the goodwill and understanding of its costumer, its employees an the public at large, inwardly througt self analysis and correction, outwordly througt all means of expression. Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa public relation (Humas) adalah proses yang berjalan terus menerus, dimana manajemen berusaha untuk memperoleh goodwill dan pengertian dari para pegawai, langganan, dan masyarakat luas. Ke dalam melalui analisa, dan keluar melalui jalan menggunakan pernyataan. Jadi bahwa dalam pelaksanaan hubungan masyarakat merupakan suatu proses yang terencana yang berkesinambungan guna memperoleh itikad baik dari semua pihak, baik kepada pihak internal (Kepala sekolah, guru, staf) maupun kepada pihak eksternal (orang tua, masyarakat).[2]
B.     HUKUM HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT
Seperti yang kita ketahui, sekolah adalah bagian dari masyarakat. Sekolah terbentuk dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Dan ini yang menjadi dasar pentingnya atau wajibnya hubungan sekolah dan masyarakat agar terus diciptakan, dibangun dengan iklim yang baik sehingga terciptanya kemajuan sekolah yang pada akhirnya berimbas pula pada kemajuan masyarakat.
C.    TUJUAN HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT

Tujuan hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk menciptakan hubungan sekolah dengan masyarakat secara harmonis, untuk meningkatkan kemajuan pendidikan di sekolah. Selain itu, agar masyarakat dapat mengambil manfaat dengan turut msnikmati kemajuan yang dicapai oleh sekolah.
Menurut Elsbree, tujuan hubungan sekolah dan masyarakat adalah sebagai berikut:
·         Untuk meningkatkan kualitas belajar dan pertumbuhan anak.
·         Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
·         Untuk mengembangkan antusiasme atau semangat saling bantu antara sekolah dan masyarakat demi kemajuan kedua belah pihak.[3]
Ketiga tujuan tersebut menggambarkan adanya “two way traffic” atau dua arus komunikasi yang saling timbal balik antara sekolah dengan masyarakat. Hubungan sekolah dan masyarakat akan berjalan baik apabila terjadi kesepakatan antara sekolah dengan masyarakat  tentang  “policy” atau kebijakan, perencanaan, program dan strategi pelaksanaan pendidikan sekolah.
D.    PENGARUH TIMBAL BALIK ANTARA SEKOLAH DAN MASYARAKAT

a)      Pengaruh Sekolah terhadap Masyarakat
Pengaruh sekolah terhadap masyarakat pada dasarnya tergantung kepada luas-tidaknya produk serta kualitas dari produk sekolah itu sendiri. Semakin luas sebaran produk sekolah ditengah-tengah masyarakat, lebih-lebih bila diikuti dengan tingkatan kualitas yang memadai, tentu produk sekolah tersebut membawa pengaruh positif dan berarti bagi  perkembangan masyarakat bersangkutan. Dalam hubungan ini sekolah bisa disebut sebagai lembaga investasi manusiawi. Investasi jenis ini sangat penting bagi perkembangan, perubahan dan kemajuan masyarakat. Ada empat pengaruh yang bisa dimainkan oleh pendidikan persekolahan terhadap perkembangan masyarakat dilingkungannya. Pengaruh tersebut adalah:
1.      Mencerdaskan kehidupan masyarakat
2.      Membawa virus pembaruan bagi perkembangan masyarakat
3.      Melahirkan warga masyarakat yang siap dan terbekali bagi kepentingan kerja dilingkungan masyarakat.
4.      Melahirkan sikap positif dan konstruktif bagi warga masyarakat, sehingga tercipta integrasi sosial yang harmonis di tengah-tengah masyarakat.[4]
b)      Pengaruh Masyarakat terhadap Sekolah
Masyarakat selalu bertumbuh dan berkembang. Masyarakat memiliki dinamika. Selain itu setiap masyarakat memiliki identitas tersendiri sesuai dengan pengalaman kesejahteraan dan budayanya. Identitas dan dinamika itu secara langsung akan berpengaruh terhadap tujuan, orientasi dan proses pendidikan di persekolahan.
Identitas suatu masyarakat dan dinamikanya, senantiasa membawa pengaruh terhadap orientasi dan tujuan pendidikan pada lembaga persekolahan. Hal tersebut dikarenakan sekolah merupakan institusi yang dilahirkan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Pengaruh identitas suatu masyarakat terhadap program pendidikan di sekolah-sekolah bisa dibuktikan dengan berbedanya orientasi dan tujuan pendidikan pada masing-masing negara. Setiap negara memiliki ciri khas dalam orientasi dan tujuan pendidikannya. Pengaruh pertumbuhan dan perkembangan masyarakat juga terlihat dlaam perubahan orientasi dan tujuan pendidikann, dari satu periode tertentu, dengan periode berikutnya. Oleh karena itu, tidak pernah ada kurikulum yang bersifat permanen. Akan tetapi selalu dinilai, disempurnakan, disesuaikan dengan tuntutan perkembangan masyarakat yang terjadi. Soal orientasi juga dipengaruhi oleh tuntutan perkembangan masyarakat.
Oleh karena orientasi dan tujuan pendidikan dipengaruhi oleh kondisi masyarakat, maka proses pendidikan di sekolah tidak dapat lepas dari pengaruh masyarakat. Pengaruh yang dimaksud yaitu pengaruh sosial budaya dan partisipasinya. Pengaruh  sosial budaya biasanya tercermin dalam proses belajar mengajar menyangkut pola aktivitas pendidik maupun anak didik. Sedangkan pengaruh partisipasi berdampak pada proses penyelenggaraan pendidikan yang melibatkan berbagai komponen baik komponen manusiawi -non manusiawi, atau komponen materil-non materil, Seperti dukungan moril dan dana untuk perlengkapan dan kebutuhan pendidikan.
Mengingat pentingnya hubungan timbal balik antara sekolah dan masyarakat, maka penting pula direalisirnya dengan berbagai bentuk dna cara pelaksanaannya. Beberapa bentuk atau cara yang telah dikenal adalah; open door politics atua pemberian kesempatan kepada orang tua murid berkunjung ke sekolah untuk membicarakan masalah khusus yang terjadi pada anaknya; home visit atau kunjungan sekolah ke rumah murid; penggunaan resources person (kunjungan sekolah ke obyek-obyek tertentu di masyarakat, pertemuan antara orang tua murid dan warga sekolah, dan pengadaan serta mengefektifkan komite sekolah.[5]
E.     JENIS HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT
Jenis hubungan sekolah dan masyarakat itu dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1)      Hubungan edukatif, ialah hubungan kerja sama dalam hal mendidik murid, antara guru di sekolah dan orang tua di dalam keluarga. Adanya hubungan ini dimaksudkan agar tidak terjadi perbedaan prinsip atau bahkan pertentangan yang dapat mengakibatkan keragu-raguan pendirian dan sikap pada diri anak.
2)      Hubungan kultural, yaitu usaha kerja sama antara sekolah dan masyarakat yang memungkinkan adanya saling membina dan mengembangkan kebudayaan masyarakat tempat sekolah itu berada. Untuk itu diperlukan hubungan kerja sama antara kehidupan di sekolah dan kehidupan dalam masyarakat. Kegiatan kurikulum sekolah disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan masyarakat. Demikian pula tentang pemilihan bahan pengajaran dan metode-metode pengajarannya.
3)      Hubungan institusional, yaitu hubungan kerja sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga atau instansi resmi lain, baik swasta maupun pemerintah, seperti hubungan kerja sama antara sekolah satu dengan sekolah-sekolah lainnya, kepala pemerintah setempat, ataupun perusahaan-perusahaan Negara, yang berkaitan dengan perbaikan dan perkembangan pendidikan pada umumnya.[6]
F.     PRINSIP-PRINSIP HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT
a)      Integrity à Semua kegiatan yang berkaitan dengan sekolah dan masyarakat harus terpadu, dan terbuka. Tidak ada istilah hidden agenda.
b)      Continuity à Memelihara hubungan antara sekolah dan masyarakat secara continue atau terus menerus berkelanjutan.
c)      Coverage à Dalam kegiatan pemberian informasi harus dilakukan secara menyeluruh dan mencakup semua aspek.
d)     Simplicity à Menyederhanakan komunikasi terkait informasi agar mudah terserap dan dimengerti.
e)      Constructiveness à Pola hubungan yang dibangun hendaknya dilakukan secara konstruktif sehingga menghasilkan timbal balik atau respon yang positif.
f)       Adaptability à Pola hubungan sekolah dan masyarakat harus beradaptasi dengan kondisi terutama yang ada di masyarakat.[7]

G.    TEKNIK-TEKNIK HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT (ORANG TUA)
Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk memberikan gambaran tentang sekolah yang perlu diketahui masyarakat antara lain;
a)      Teknik Tertulis. Cara tertulis yang dapat digunakan meliputi:
§  Laporan tertulis yang dilakukan setiap triwulan, catur wulan, semester, atau tahunan. Laporan tersebut tidak hanya berupa angka-angka, tetapi menyangkut informasi yang bersifat diagnostik, menginformsikan tentang kelebihn dan kekurangan siswa.
§  Pamflet. Pamflet merupakan selebaran yang biasanya berisi tentang sejarah lembaga pendidikan tersebut, staf pengajar, fasilitas yang tersedia, dan kegiatan belajar. Pamphlet ini selain di bagikan ke wali murid juga bias di sebarkan ke masyarakat umum, selain untuk menumbuhkan pengertian masyarakat juga sekaligus untuk promosi lembaga.
§  Berita kegiatan murid. Berita ini dapat dibuat sederhana mungkin pada selebaran kertas yang berisi informasi singkat tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah atu pesantren. Dengan membacanya orang tua murid mengetahui apa yang terjadi di lembaga pendidikan tersebut, khususnya kegiatan yang dilakukan murid.
§  Catatan berita gembira. Teknik ini sebenarnya mirip dengan berita kegiatan murid, keduanya sama-sama ditulis dan disebarkan ke orang tua. Hanya saja catatan berita gembira ini berisi tentang keberhasilan seoran murid. Berita tersebut ditulis di selebaran kertas dan disampaikan kepada wali murid atau bahkan disebarkan ke masyarakat.
§  Buku kecil tentang cara membimbing anak. Dalam rangka menciptakan hubungan yang harmonis dengan orang tua, kepala sekolah atau guru dapat membuat sebuah buku kecil yang sederhana yang berisi tentang cara membimbing anak yang efektif, kemudian buku tersebut diberikan kepada orang tua murid.
b)      Teknik Lisan. Hubungan sekolah dengan masyarakat dapat juga lisan, yaitu:
§  Kunjungan rumah. Dalam rangka mengadakan hubungan dengan masyarakat, pihak sekolah dapat mengadakan kunjungan ke rumah wali murid, warga atupun tokoh masyarakat. Melalui kunjungan rumah ini guru akan mengetahui masalah anak dirumahnya. Apabila setiap anak diketahui problemnya secara totalitas, maka program pendidikan akan lebih mudah direncanakan untuk disesuaikan dengan minatnya. Hal ini akan memperlancar mancapai tujuan program pendidikan sekolah tersebut.
§  Panggilan orang tua. Selain mengadakan kunjungan ke rumah, pihak sekolah sesekali juga memanggil orang tua murid datang ke sekolah. Setelah dating, mereka diberi penjelasan tentang perkembangan pendidikan di lembaga tersebut. Mereka juga perlu diberi penjelasan khusus tentang perkembangan pendidikan anaknya.
§  Pertemuan. Dengan teknik ini berarti sekolah mengundang masyarakat dalam acara pertemuan khusus untuk membicarakan masalah atau hambatan yang dihadapi sekolah. Pertemuan ini sebaiknya diadakan pada waktu tertentu yang dapat dihadiri oleh semua pihak yang diundang. Sebelum pertemuan dimulai acaranya disusun terlebih dahulu. Oleh karena itu, dalam setiap akan mengadakan pertemuan sebaiknya dibentuk panitia penyelenggara.
c)      Teknik Peragaan. Hubungan sekolah dengan masyarakat dapat dilakukan dengan cara mengundang masyarakat melihat peragaan yang diselenggarakan sekolah. Peragaan yang diselenggarakan bias berupa pameran keberhasilan murid. Misalkan di TK menampilkan anak-anak bernyanyi, membaca puisi, atau biasanya di pesantren ketika mengadakan pengajian ditampilkan santri-santri yang hafal nadhom alfiyah. Pada kesempatan itu kepala sekolah atau guru atau juga pengasuh kalau di pondok pesantren dapat menyampaikan program-program peningkatan mutu pendidikan dan juga masalah atau hambatan yang dihadapi dalam merealisasikan program-program itu.
d)     Teknik Elektronik. Seiring dengan perkembangan teknologi elektronik maka dalam mengakrabkan sekolah dengan orang tua murid dan masyarakat pihak sekolah dapat menggunakan sarana elektronik, misalkan dengan telpon, televisi, ataupun radio, sekaligus sebagai sarana untuk promosi pendidikan.[8]
H.    KESIMPULAN
Sekolah dan masyarakat merupakan dua jenis lingkungan yang berbeda, namun keduanya tidak dapat dipisahkan bahkan saling membutuhkan, khususnya dalam upaya mendidik generasi muda. Berbagai persoalan yang dihadapi sekolah juga merupakan bagian dari persoalan masyarakat. Keduanya mempunyai keterikatan kuat yang tidak dapat dipisahkan, karena sekolah merupakan bagian dari masyarakat, dan masyarakat membutuhkan sekolah dalam upaya regenerasi anak bangsa agar lebih baik. Oleh karenanya, hubungan sekolah dan masyarakat harus selalu diperhatikan kesinambungannya dan keefektifannya agar dapat dirasakan manfaatnya secara bersama.


[1] Perpustakaan UPI Bandung, Kajian Pustaka Hubungan Sekolah dan Masyarakat, http://repository.upi.edu/operator/upload/s_a0151_0606177_chapter2.pdf,  hal. 16, [1 Maret 2012]
[2] Ibid., hal. 18
[3] Ibid., hal. 19
[4] Tim Dosen IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 2003, Cet. 5, hal. 179
[5] Ibid., hal. 186-187
[6] Wahyu Fajaryanto, dkk., Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat, http://alchemistviolet.blogspot.com/2011/01/manajemen-hubungan-sekolah-dengan.html [1 Maret 2012]
[7] Perpustakaan UPI Bandung, Op.Cit., hal. 24-28
[8] Wahyu Fajaryanto, dkk., Op.Cit.,