Rabu, 29 Februari 2012

OBJEK DAN PONDASI ILMU

OLEH, FAHIROH

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Berbicara ilmu kita akan berbicara terlebih dahulu tentang pengetahuan. Pengetahuan apa dan siapa? Jawabnya mungkin pengetahuan apa saja bagi manusia, karena dalam hal ini manusia sangat membutuhkan pengetahuan dalam menjalankan kehidupannya, juga karena manusia sebagai subjek dari pengetahuan.
Pengetahuan manusia pada umumnya didapat melalui komunikasi dengan kenyataan yang ada bersamanya, atau yang dialaminya, yang pada akhirnya akan menghasilkan ide atau pemikiran dengan kesadarannya. Manusia menerima pengaruh dari lingkungan, baik dalam skala kecil di masyarakat, maupun dalam skala yang lebih besar. Kemudian manusia berusaha memahami serta mengungkapnnya. Dan sebaliknya, lingkungan memberikan makna kepada manusia. Maka pengetahuan manusia bersifat dialogal.[1] Itu adalah proses awal untuk terciptanya ilmu, yang subjek dari ilmu adalah manusia.
Dalam rangka pengetahuan yang sesuai dengan hakikatnya, dalam diri manusia dapat dibedakan sekurang-kurangnya tiga rangkap pengetahuan yang berbeda menurut tingkat dan kualitas kemampuannya, yang pada hakikatnya merupakan satu kesatuan. Pengetahuan indrawi, pengetahuan naluri, pengetahuan rasional. Lantas bagaimana dengan ilmu, objek ilmu dan landasan dasar (pondasi) ilmu? sehingga pengetahuan tidak hanya dikatakan sebagai pengetahuan, tapi sebagai ilmu.
B.     RUMUSAN MASALAH
a.       Apa definisi objek, pondasi, dan ilmu?
b.      Apa yang termasuk objek ilmu dan pondasi ilmu?
c.       Apa urgensi objek dan pondasi bagi ilmu?
C.    TUJUAN
a.       Pembaca mengerti dan memahami definisi objek, pondasi, dan ilmu.
b.      Pembaca mengetahui objek ilmu dan pondasi ilmu.
c.       Pembaca mengetahui urgensi objek dan pondasi bagi ilmu.
 

BAB II
OBJEK DAN PONDASI ILMU

A.    Definisi Objek, Pondasi, dan Ilmu
a.      Definisi Objek
Objek adalah  hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan. Atau suatu benda, hal, dan yang lainnya, yang dijadikan sasaran untuk diteliti, diperhatikan, dan lain sebagainya.[2]
b.      Definisi Pondasi
Secara arti sesungguhnya, pondasi adalah dasar bangunan yang kuat, biasanya (terdapat) di bawah permukaan tanah tempat bangunan didirikan; atau fundamen. Pondasi juga memiliki sinonim kata, seperti landasan, yang berarti alas. Atau dasar, yang berarti pokok atau pangkal.[3]
c.       Definisi Ilmu
Pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan.[4] Atau ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.[5]
B.     Objek Ilmu
Dalam filsafat ilmu barat (modern), ilmu dibatasi hanya pada bidang empiris atau fisik. Yaitu segala sesuatu yang dapat diobservasi oleh indera.  Sedangkan menurut epistimologi islam, kita tidak hanya dapat mengetahui yang fisik saja, melainkan juga yang metafisik (non fisik).[6]
Dalam ilmu pengetahuan dikenal ada dua objek ilmu pengetahuan, yaitu;
a)      Objek material à Segala sesuatu yang menjadi kajian ilmu pengetahuan pada umumnya, seperti manusia, masyarakat, alam semesta, tata surya, juga flora dan fauna.
b)      Objek formal à Pusat kajian khusus dari ilmu pengetahuan tertentu. Misalnya manusia sebagai objek material dapat dipelajari oleh ilmu politik, antropologi, kedokteran, psikologi, dan lain sebagainya. Objek formal dari ilmu antropologi adalah kebudayaan dari manusia. Psikologi mempelajari jiwa dari manusia. Kedokteran mempelajari proses metabolism dan penyakit yang ada pada manusia. Sosiologi mempelajari hubungan antar manusia. Dan masih banyak contoh lainnya.
Dengan demikian, objek material ilmu dapat sama. Oleh karena itu, dalam ilmu social sering ditemukan tokoh-tokoh dengan teori yang sama pada cabang ilmu yang berbeda. Misalnya karl mark ada dan dibahas dalam ilmu ekonomi, ilmu politik, dan ilmu sejarah. Perbedaan ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya judtru terletak pada objek-objek formalnya yang menjadi perhatian dari kekhususan dari cabang ilmu pengetahuan tertentu.[7]
Pendapat yang lain menyatakan bahwa objek ilmu adalah peristiwa-peristiwa alam, yang dapat dikenal baik, karena ia sesuatu yang real (nyata). Akan tetapi objek tersebut dapat berubah-ubah (tunduk pada hukum perubahan), oleh karena itu pengetahuan ilmiah tidak dapat bersifat mutlak. Objek tersebut dapat dikatakan nyata atau real jika sekurang-kurangnya mempunyai tiga arti. Pertama, yang nyata berarti lepas dari pikiran manusia. Real, alam yang membuat rangsangan sehingga menarik ilmuwan untuk meneliti. Kedua, realitas sebagai objek ilmu adalah realitas yang dikenal, yang tampak bagi ilmuwan. Ketiga, realitas yang dimaksud adalah realitas public, realitas yang menjadi perhatian banyak orang.[8]
Dalam pendapat yang lain lagi disebutkan bahwa objek ilmu dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu alam materi dan alam non materi. Sains mutakhir yang mengarahkan pandangan pada alam materi, menyebabkan manusia membatasi ilmunya pada bidang tersebut. Bahkan sebagian diantara mereka tidak mengakui adanya realitas yang tidak dapat dibuktikan dialam materi.[9]
Objek ilmu menurut ilmuwan muslim mencakup alam materi dan alam non materi. Karena itu, sebagian ilmuwan muslim, khususnya kaum sufi dengan mendasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an memperkenalkan ilmu yang mereka sebut Al-Hadharat Al-Ilahiyah Al-Khams (lima kehadiran Ilahi), untuk menggambarkan hierarki keseluruhan realitas wujud. Kelima hal tersebut adalah;
1.      Alam Nảsut (alam materi)
2.      Alam Malakut (alam kejiwaan)
3.      Alam Jabarut (alam ruh)
4.      Alam Lahut (sifat-sifat Ilahiyah)
5.      Alam Hanut (wujud zat Ilahi)
Ada tata cara dan sarana yang harus digunakan untuk meraih pengetahuan tentang kelima hal tersebut.
Artinya:     “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia (Allah) memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur. [QS. An-Nahl; 78]        
Ayat ini mengisyaratkan penggunaan empat sarana yaitu pendengaran, mata (penglihatan), akal, serta hati.    
C.    Landasan Ilmu
Di dalam dunia filsafat kita mengenal dimensi filosofi sebagai landasan ilmu:
1.      Ontologi/ Metafisika
Ontologi berasal dari bahasa yunani, “on”  berarti ada, “ontos” berarti keberadaan, “logos” berarti pemikiran [Lorens Bagus 2000]. Jadi ontologi adalah pemikiran mengenai sesuatu yang ada dan keberadaannya. Di dalam metafisika itu membahas tentang yang ada, bahwa obyek ilmu pengetahauan itu adalah sesuatu yang ada, dibagi menjadi tiga, yakni ada dalam pikiran, ada dalam kemungkinan, ada dalam kenyataan.
2.      Epistemology
Berasal dari kata episteme dan logos. Episteme à Pengetahuan, Logos àKata, pemikiran, percakapan, atau ilmu. Epistemology adalah Cabang filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan keshahihan (kebenaran) pengetahuan. [Surajiyo: 2005].[10]  Atau berarti juga bidang filsafat yang mempelajari bagaimana cara manusia mengetahui sesuatu yang sudah “ada”.
3.      Aksiology
Adalah bidang filsafat yang mempelajari tentang nilai-nilai. Secara aksiologis ilmu harus digunakan untuk kemaslahatan manusia dengan jalan meningkatkan taraf hidup, dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan keseimbangan serta kelestarian alam. Upaya ilmiah ini dilakukan dengan penggunaan dan pemanfaatan pengetahuan ilmiah secara komunal universal.[11]
D.    Urgensi Objek dan Pondasi Ilmu
Kedudukan Objek dalam ilmu sangatlah penting, karena ilmu tidak akan pernah ada tanpa adanya objek. Karena objek adalah  hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan. Atau suatu benda, hal, dan yang lainnya, yang dijadikan sasaran untuk diteliti, diperhatikan, dan lain sebagainya.
Sedangkan pondasi menjadi sesuatu yang wajib dalam sebuah bangunan ilmu, karena tanpa adanya pondasi, bangunan ilmupun tidak akan pernah bisa terealisasi. Dalam hal ini, ontology/ metafisika, epistemology, dan aksiology. Karena ontology adalah tentang hakikat apa yang dikaji. Epistemology adalah bagaimana cara mendapatkan pengetahuan yang benar. Sedangkan aksiology adalah nilai kegunaan ilmu.
 
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari makalah ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
§  Objek à  Hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan. Atau suatu benda, hal, dan yang lainnya, yang dijadikan sasaran untuk diteliti, diperhatikan, dan lain sebagainya.
§  Pondasi à Dasar bangunan yang kuat, biasanya (terdapat) di bawah permukaan tanah tempat bangunan didirikan; atau fundamen. Pondasi juga memiliki sinonim kata, seperti landasan, yang berarti alas. Atau dasar, yang berarti pokok atau pangkal.
§  Ilmu à Pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan.
§   Objek terdiri dari objek material dan objek formal. Namun ada yang berpendapat bahwa objek ilmu adalah materil dan non materil.
§  Pondasi ilmu terdiri dari
-          Ontologi/ Metafisika à Pemikiran mengenai sesuatu yang ada dan keberadaannya. Memikirkan tentang hakikat apa yang dikaji.
-          Epistemology à Adalah bagaimana cara mendapatkan pengetahuan yang benar.
-          Aksiology à Memikirkan dan mempertimbangkan nilai kegunaan ilmu.
§  Urgensi Objek dan Pondasi ilmu adalah vital.
B.     SARAN
Mari kita perbanyak dan perdalam ilmu, dengan proses yang sistematis dan tersruktur, agar mudah untuk terinternalisasi, dan yang paling penting adalah mengamalkan dari setiap ilmu yang kita miliki.


[1] Anton Bakker, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), Cet. Ke-11, h.21
[2] Kamus Bahasa Indonesia Online, http://kamusbahasaindonesia.org/massal.php, [14 Februari 2012]
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Wikipedia, Ilmu, http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu, [14 Februari 2012]
[6] Mulyadi Kartanegara, Integrasi Ilmu, (Jakarta: Arasy PT. Mizan Pustaka, 2005), Cet. Ke-1, h.58
[7] Andreas Soeroso, Sosiologi I SMA kelas X, (Jakarta: Yudhistira, 2008), Cet. Ke-1, h.12
[8] A. Sonny Keraf dan Mikhael dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), Cet. Ke-10, h.80-81
[9] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Al-Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, (Jakarta: Mizan, 1996), Cet. Ke-1, h.436
[10] Itheng Cemani, Landasan Ilmu Pengetahuan, http://itheng.blogspot.com/2011/10/landasan-ilmu-pengetahuan-filsafat-ilmu.html [14 februari 2012]

Minggu, 26 Februari 2012

METODE KAJIAN SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM


OLEH, FAHIROH
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Berbicara sejarah tentu kita akan berbicara masa lalu, dan tidak semua orang dapat merasakaan atau terlibat langsung dalam kejadian-kejadian di masa lalu itu. Saat ini misal, ketika kita sebagai warga negara Indonesia membicarakan perjuangan para pahlawan, yang berjuang melawan penjajah belanda dengan susah payah, bukan karena kita betul-betul berada pada masa penjajah belanda yang terlibat aktif dalam perjuangan atau saksi dari peristiwa-peristiwa pada masa itu. Tapi kita mengetahui itu semua dari literatur-literatur para sejarawan yang mereka catat atau tuliskan berdasarkan penelitian-penelitian yang mereka lakukan.
Banyak orang berpendapat bahwa sejarah adalah tergantung kepada siapa yang mencatat sejarah tersebut. Sebagai contoh kecil misal ketika dua orang anak berkelahi, katakan si-A dan si-B, yang pada akhirnya dilerai oleh gurunya, kemudian kedua anak tersebut dimintai keterangan mengapa mereka sampai berkelahi. Pasti hampir kemungkinan besar cerita atau keterangan yang mereka sampaikan berbeda, karena berbeda sudut pandang dan kepentingan. Oleh karena itu, dalam penelitian atau kajian sejarah harus ada sistematika yang baku, metode-metode yang jelas, yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum atau moril karena jika salah menyimpulkan sejarah, maka kita sudah mencederai para pelaku sejarah.
Menguasai metode-metode dalam mengkaji sejarah Pendidikan Islam menjadi hal penting bagi seorang sejarawan yang mungkin lebih fokus kepada persoalan pendidikan. Dan penting bagi guru dan siswa yang berada pada lingkungan pendidikan Islam. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah bangsanya, dan jasa para pahlawan.
B.     RUMUSAN MASALAH
a.       Apa definisi metode dalam kajian sejarah pendidikan Islam?
b.      Apa metode dalam kajian sejarah pendidikan Islam?
C.    TUJUAN
a.       Pembaca mengerti dan memahami definisi metode dalam kajian sejarah pendidikan Islam
b.      Pembaca mengetahui metode dalam kajian sejarah pendidikan Islam.

 BAB II
METODE KAJIAN SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
A.    Definisi Metode Kajian Sejarah Pendidikan Islam
a.      Definisi metode
Menurut kamus bahasa Indonesia, metode adalah cara teratur yg digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yg dikehendaki, atau cara kerja yg bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yg ditentukan.[1]
Adapun menurut para ahli, metode adalah:
·         Rothwell dan Kazanas à Metode adalah cara, pendekatan, atau proses untuk menyampaikan informasi.
·         Titus à Metode adalah rangkaian cara dan langkah yang tertib dan terpola untuk menegaskan bidang keilmuan.
·         Macquarie à Metode adalah suatu cara untuk melakukan sesuatu, terutama yang berkenaan dengan rencana tertentu.
·         Wiradi à Metode adalah seperangkat langkah (apa yang harus dikerjakan) yang tersusun secara sistematis (urutan logis).
·         Drs. Agus M. Hardjana à Metode adalah cara yang sudah dipikirkan masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah tertentu guna mencapai tujuan yang hendak dicapai.[2]
b.      Definisi kajian sejarah pendidikan Islam
Kajian adalah proses mengkaji disertai dengan proses meneliti. Sedangkan sejarah adalah asal-usul (keturunan) silsilah atau kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau berupa riwayat, tambo, cerita pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yg benar-benar terjadi di masa lampau, dalam hal ini adalah soal pendidikan Islam.[3]
B.     Metode Sejarah Pendidikan Islam
            Metode sejarah pendidikan Islam, walaupun terdapat hal-hal yang sifatnya khusus, berlaku kaidah-kaidah yang ada dalam penulisan sejarah. Kebiasaan dari penelitian dan penulisan sejarah meliputi suatu perpaduan khusus keterampilan intelektual. Sejarawan harus menguasai alat-alat analisis untuk menilai kebenaran materi-materi sumbernya, dan perpaduan untuk mengumpulkan dan menafsirkan materi-materi itu ke dalam kisah yang penuh makna. Sebagai seorang ahli, sejarawan harus mempunyai suatu kerangka berfikir kritis, baik dalam mengkaji materi, maupun dalam menggunakan sumber-sumbernya. Selain itu juga membutuhkan keterampilan menangkap dan merasakan secara luas hubungan-hubungan yang serba kompleks. Penguasaan ilmu yang luas akan memudahkan  pemahaman dari berbagai konteks, membandingkan dan merasakan dampak serta mengaitkan data dengan peristiwa-peristiwanya. Sehubungan dengan ini H. Munawar Cholil mengemukakan bahwa pengetahuan yang diperlukan sebagai alat menyusub sejarah itu banyak, tetapi yang perlu diketahui terlebih dahulu adalah ilmu bumi (Takhtitul ard), ilmu isi bumi (Tabaaqatul ard), dan ilmu negara (tTaqwimul buldan).[4]
Metode sejarah pendidikan Islam dapat pula dikategorikan kepada:
1.      Tekhnik Pengumpulan Data
a)      Dokumentasi
Tekhnik pengumpulan data dalam bentuk dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau peristiwa yang berupa catatan, transkip, buku, notulen arsip dan sebagainya.
Dokumen-dokumen tersebut dapat pula digunakan sebagai data bukti pendukung. Dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan. Dalam studi dokumentasi dan studi kepustakaan peneliti akan melihat terlebih dahulu sumber-sumber primer, jika tidak ditemui baru berangkat pada sumber sekunder. Dalam studi perpustakaan peneliti memanfaatkan petunjuk-petunjuk katalog yang tersedia di perpustakaan peneliti memanfaatkan petunjuk-petunjuk katalog yang tersedia di perpustakaan dan system kendali referensi atau bentuk-bentuk lain yang tersedia di perpustakaan, sehingga mencari sumber-sumber yang diinginkan tidak terlalu sulit. Kemudian mencatat data, sumber atau bukti-bukti yang relevan dengan topik permasalahan dan terakhir, mengcopy data atau sumber-sumber yang penting, baik sebagian ataupun keseluruhan sesuai dengan kebutuhan.
b)      Wawancara
Wawancara, yaitu cara pengumpulan data untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. S. Nasaution mengemukakan tiga pendekatan dalam wawancara, yaitu: (a) percakapan informal, yang mengandung unsur-unsur spontanitas, kesantaian, tanpa pola/ arah yang ditentukan sebelumnya, (b) menggunakan lembaran berisi garis besar pokok-pokok, dan (c) menggunakan daftar pertanyaan yang lebih terinci, namun bersifat terbuka yang dipersiapkan terlebih dahulu dan akan diajukan menurut rumusan yang tercantum.
Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dari tokoh/ pelaku sejarah, atau orang yang mengetahui secara mendalam tentang perilaku sejarah/ tokoh.[5]
2.      Tekhnik Analisis Data
a.       Content Analysis
Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis dengan teknik analisis isi (content analysis). Teknik ini dikenal juga dengan istilah literature study yang lazim dilakukan dalam penelitian kepustakaan. Content analysis adalah analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi. Senada dengan itu, Burgan Bungin menyatakan bahwa content analysis adalah tekhnik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi (kesimpulan) yang dapat ditiru (repliable) dan data yang shahih dengan memperhatikan konteksnya yang bertujuan memperoleh pemahaman secara lebih tajam dan mendalam tentang permasalahan yang diteliti.
Analisis ini mencakup prosedur-prosedur khusus untuk pemrosesan data ilmiah yang bertujuan memberikan pengetahuan, membuka wawasan baru, menyajikan fakta dan paduan praktis pelaksanaannya. Rachmah ida membagi analisis isi menjadi dua model yaitu analisis isi kuantitatif dan analisis isi kualitatif. Dan untuk data sejarah dipergunakan analisis kualitatif.
b.      Hermeneutik Analysis
Secara sederhana hermeneutik dipahami sebagai cara untuk menafsirkan teks masa silam dan menerangkan perbuatan pelaku sejarah. Ricard E. palmer mengajukan dua pengertian hermeneutik yaitu pertama, hermeneutik sebagai suatu prinsip-prinsip metodologi penafsiran yang bersifat umum, dan kedua, hermeneutik sebagai pencarian filosofis tentang karakter dan kondisi yang dibutuhkan untuk semua aktifitas pemahaman (understanding).
Sementara itu, Komarudin hidayat mendefinisikan hermeneutik sebagai seni menafsirkan atau memahami “realitas lain yang absen” (tidak hadir di depan kita) baik karena telah berlalu dalam waktu maupun jarak tempat yang jauh, yang realitas itu hadir pada kita diwakili oleh teks.[6]
Sejalan dengan itu, Carl Breaten, mendefinisikan hermeneutik sebagai ilmu pengetahuan yang memikirkan tentang bagaimana menjadikan teks atau peristiwa (budaya) yang terjadi pada masa lalu dapat dipahami pada masa sekarang sebagaimana makna asal pada masanya.
Dalam penelitian ini pendekatan hermeneutik sangat berguna untuk mengeksplorasi, menafsirkan dan menganalisis peristiwa maupun para tokoh/ pelaku sejarah yang tertuang dalam bentuk teks (buku).
3.      Metode Penulisan Sejarah
Dalam penulisan sejarah pendidikan Islam metode yang biasa digunakan adalah:
1)      Metode Deskriptif
Dengan metode ini ditunjukkan untuk menggambarkan apa adanya tentang Sejarah Pendidikan Islam, maksudnya ajaran Islam sebagai agama samawi yang dibawa Nabi Muhammad Saw dalam kitab suci Al-Qur’an dan Hadits terutama yang berhubungan  dengan pertumbuhan dan perkembangannya melalui pendidikan harus dijelaskan sebagaimana adanya, dengan tujuan untuk memahami makna yang terkandung dalam sejarah tersebut.
2)      Metode Komparatif
Metode ini merupakan metode yang berusaha membandingkan sebuah perkembangan pendidikan Islam dengan lembaga-lembaga Islam lainnya. Melalui metode ini dimaksudkan bahwa ajaran-ajaran Islam tersebut dikomparasikan dengan fakta-fakta yang terjadi dan berkembang dalam waktu serta tempat-tempat tertentu untuk mengetahui adanya persamaan dan perbedaan dalam suatu permasalahan tertentu yang menghubungkan Sejarah Pendidikan Islam dengan sejarah pendidikan yang dibandingkan.[7]
3)      Metode Analisis Sinsesis
Metode ini digunakan memberikan analisis terhadap istilah-istilah atau pengertian-pengertian yang diberikan ajaran islam secara kritis, sehingga menunjukkan kelebihan dan kekhasan pendidikan islam. Pada saatnya dengan metode sintesis dapat diperoleh kesimpulan-kesimpulan yang akurat dan cermat dari pembahasan sejarah pendidikan islam. Metode ini dapat pula didayagunakan untuk kepentingan proses pewarisan dan pengembangan budaya umat manusia yang islami.[8]
 
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari makalah ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
§  Metode adalah cara teratur yg digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yg dikehendaki, atau cara kerja yg bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yg ditentukan.
§  Kajian adalah proses mengkaji disertai dengan proses meneliti.
§  Sedangkan sejarah adalah asal-usul (keturunan) silsilah atau kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau berupa riwayat, tambo, cerita pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yg benar-benar terjadi di masa lampau, dalam hal ini adalah soal pendidikan Islam.
§  Tekhnik pengumpulan data;
1)      Dokumentasi à Mencari data mengenai hal-hal atau peristiwa yang berupa catatan, transkip, buku, notulen arsip, dan sebagainya.
2)      Wawancara à Pengumpulan data untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. S. Nasaution mengemukakan tiga pendekatan dalam wawancara, yaitu: (a) percakapan informal, yang mengandung unsur-unsur spontanitas, kesantaian, tanpa pola/ arah yang ditentukan sebelumnya, (b) menggunakan lembaran berisi garis besar pokok-pokok, dan (c) menggunakan daftar pertanyaan yang lebih terinci, namun bersifat terbuka yang dipersiapkan terlebih dahulu dan akan diajukan menurut rumusan yang tercantum.
§  Tekhnik Analisis Data
1)      Content Analysis à analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi. Burgan Bungin menyatakan bahwa content analysis adalah tekhnik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi (kesimpulan) yang dapat ditiru (repliable) dan data yang shahih dengan memperhatikan konteksnya yang bertujuan memperoleh pemahaman secara lebih tajam dan mendalam tentang permasalahan yang diteliti.
2)      Hermeneutik Analysis à membandingkan sebuah perkembangan pendidikan Islam dengan lembaga-lembaga Islam lainnya. Ini dimaksudkan bahwa ajaran-ajaran Islam tersebut dikomparasikan dengan fakta-fakta yang terjadi dan berkembang dalam waktu serta tempat-tempat tertentu untuk mengetahui adanya persamaan dan perbedaan dalam suatu permasalahan yang menghubungkan Sejarah Pendidikan Islam dengan sejarah pendidikan yang dibandingkan.
§  Metode Penulisan Sejarah
1)      Metode Deskriptif à Menggambarkan apa adanya tentang Sejarah Pendidikan Islam.
2)      Metode Komparatif àMembandingkan sebuah perkembangan pendidikan Islam dengan lembaga-lembaga Islam lainnya.
3)      Metode Analisis Sinsesis à Memberikan analisis terhadap istilah-istilah atau pengertian-pengertian yang diberikan ajaran islam secara kritis, sehingga menunjukkan kelebihan dan kekhasan pendidikan islam. Pada saat bersamaan dengan metode sintesis dapat diperoleh kesimpulan-kesimpulan yang akurat dan cermat dari pembahasan sejarah pendidikan islam.










[1] Kamus Bahasa Indonesia Online, http://kamusbahasaindonesia.org/massal.php, [14 Februari 2012]
[2] Indah,F., Pengertian dan Definisi Metode Menurut Para Ahli , http://carapedia.com/pengertian_definisi_metode_menurut_para_ahli_info497.html [17 Februari 2012]
[3] Kamus Bahasa Indonesia Online, Op.Cit.
[4] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet. Ke-3, h.3
[5] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), Cet. Ke-1, h.4
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Enung K Rukiati, Sejarah Pendidikan Islam di indonesia, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), h.15